Senin, 02 Maret 2015





Biaya belanja pornografi sepanjang 2014 mencapai Rp 50 triliun.

Mudahnya konten pornografi menyebar di kalangan masyarakat beberapa tahun belakangan di Indonesia berdampak langsung terhadap maraknya tindakan kekerasan seksual kepada perempuan dan anak di bawah umur. 

Pemerintah diminta membuat gebrakan dan terobosan yang komprehensif, salah satunya membentuk polisi siber dengan menggandeng masyarakat. Ini karena penyebaran konten pornografi paling masif via intenet dan telepon seluler (ponsel).
Anggota DPD RI Fahira Idris mengatakan dari semua kasus kekerasan seksual, lebih 45 persen adalah pelecehan seksual dan perkosaan terhadap anak termasuk, sodomi. Bahkan beberapa pelaku masih anak-anak. Kebanyakan motif mereka melakukan kekerasan seksual karena terpengaruh konten pornografi yang pernah mereka lihat terutama lewat internet dan ponsel.
“Ini sudah darurat. Perempuan dan anak paling banyak menderita akibat begitu mudahnya konten pornografi didapat di negeri ini. Pemerintah saya lihat belum ada gregetnya. Saatnya kita punya polisi siber,” ujar Fahira yang juga Wakil Ketua Komite III DPD dalam rilis yang diterima //Republika//, Rabu (11/2).
Menurut Fahira, penyebaran konten pornografi bisa dicegah jika pemerintah menggandeng  pengguna internet untuk bergerak bersama-sama memberantas konten atau situs porno sampai ke akar-akarnya. Keterlibatan masyarakat penting karena konten porno seperti jamur di musim hujan yang akan terus muncul.

“Pemerintah gandeng masyarakat, jadikan mereka polisi-polisi siber untuk memantau dan melaporkan jika ditemukan konten atau situs porno. Saya rasa kalau paradigmanya perlindungan anak dan perempuan, masyarakat akan sukarela membantu,” ujar Ketua Yayasan Anak Bangsa Berdaya dan Mandiri ini.
Di satu sisi, kepolisian juga harus bertindak cepat jika menemukan atau menidaklanjuti laporan masyarakat terkait konten porno. Fahira menganggap polisi mempunyai sumber daya yang mumpuni untuk melakukannya.
Selain itu, terobosan lain yang patut dilakukan adalah sanksi yang tegas, baik hukum maupun sosial bagi semua pihak yang terkait dalam konten porno.
“Mereka harus dihukum maksimal karena menjadi biang kejahatan seksual yang merusak masa depan akan-anak kita,” kata Fahira.
Fahira menyarankan pemberantasan pornografi juga harus jadi gerakan nasional sama halnya dengan korupsi. 
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyebut Indonesia sudah masuk darurat pornografi. Khofifah menerangkan biaya belanja pornografi sepanjang 2014 mencapai Rp 50 triliun.

diambil dari berbagai sumber 




Mendikbud: Orangtua Perlu Sadar Rating dan Klasifikasi Video Game
Sun, 03/01/2015 - 13:10
Bandung. Kemendikbud --- Mendikbud Anies Baswedan menyinggung tentang maraknya berita kekerasan oleh dan terhadap anak pada akhir-akhir ini. “Ada berbagai kemungkinan faktor penyebab kecenderungan kekerasan oleh anak yang perlu diteliti besar pengaruhnya. Kita perlu melihat secara utuh faktor-faktor yang ada di sekolah, keluarga dan masyarakat,” ujarnya.
Ia memberi contoh tentang kerentanan anak dalam masa perkembangan dalam membedakan yang maya dan nyata, serta sinetron dan video game bagi dewasa sebagai contoh kemungkinan faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan sebagian anak-anak.
Mendikbud juga menjelaskan video game yang tepat dapat memberikan dampak positif pada anak, bahkan dapat dirancang khusus sebagai media pembelajaran yang efektif bagi perkembangan kognitif, motorik maupun sosial-emosional. Dengan program pendidikan yang baik, anak juga dapat dilatih dari sekadar pengkonsumsi video game menjadi mampu mengembangkan dan berkreasi secara digital.
Namun tidak bisa dipungkiri juga bahwa tidak semua video game memiliki karakteristik yang cocok untuk dimainkan oleh anak semua umur.  Mendikbud kemudian mengingatkan bahwa atas alasan-alasan inilah media yang dikonsumsi anak, termasuk video game, memiliki sistem rating yang memberi peringatan pembelinya tentang kecocokan konten untuk dimainkan anak usia tertentu. Di Amerika Serikat misalnya, terdapat sistem Entertainment Software Rating Board.
Dalam sistem ESRB, terdapat enam kategori rating, yaitu: Early Childhood (cocok untuk anak usia dini), Everyone (untuk semua umur),Everyone 10+ (untuk usia 10 tahun ke atas), Teen (untuk usia 13 tahun ke atas), Mature (untuk usia 17 tahun ke atas) dan Adults Only (untuk dewasa), serta satu kategori antara Rating Pending. Deskripsi konten dalam ESRB pun beraneka, mulai dari Blood and Gore,Intense Violence, Nudity, Sexual Content, sampai Use of Drugs. Di kotak video game biasanya terdapat pengkategorian seperti ini, semisal "Mature 17+: Blood and Gore, Sexual Theme, Strong Language”.
Mendikbud menjelaskan bahwa permasalahan video game di Indonesia adalah peredarannya yang masif dan begitu mudah diakses oleh anak dan remaja yang memainkannya tanpa memperhatikan kategori rating. Klasifikasi ini menjadi sangat penting karena prinsipnya berbagai pihak di sekeliling anak wajib bertanggung jawab terhadap anak yang termasuk kelompok rentan terhadap berbagai pengaruh teknologi. Sebagian orangtua pun amat awam terhadap model/rating video game dan tidak menyadari bahwa tidak semua video game cocok untuk anak semua umur, sehingga terlewat mengawasi anak-anaknya dalam memilih dan bermain video game.
Ia berharap orangtua menyadari tentang pengkategorian video game ini, serta membimbing dan terlibat bersama anak-anaknya memilih video game yang cocok bagi mereka. Tujuannya agar pada akhirnya anak memiliki media literasi, kemampuan untuk melek media, memahami alat dan konten yang mereka gunakan dan mampu memilih yang tepat dan berpengaruh positif.
Penggunaan video game yang baik mampu menghibur tanpa berisiko memberikan dampak buruk, dimainkan dalam porsi yang pas dan seimbang dengan berbagai alternatif kegiatan lain. Orang tua juga perlu mahir dalam memanfaatkan video game sebagai salah satu media pembelajaran sesuai minat dan kebutuhan anak. Mendikbud juga mendorong para pecinta game yang telah memahami sistem rating dalam game untuk membantu menyebarkannya kepada para orangtua dan guru.
Sumber resmi: http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/berita/3873


Minggu, 01 Maret 2015



Permendikbud nomor 4 tahun 2015 tentang Ekuivalensi kegiatan pembelajaran/pembimbingan bagi guru yang bertugas pada smp/sma/smk yang melaksanakan kurikulum 2013 pada semester pertama menjadi kurikulum tahun 2006 pada semester kedua tahun pelajaran 2014/2015 
download format PDF

Berikut isi Lampiran permendikbud yang harus kita ketahui: